THL-TBPP PAHLAWAN PERUBAH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PETANI
Peran Penyuluh Pertanian Lapangan memberikan sumbangsih cukup besar terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, baik petani yang berada di pedosaan maupun yang berada di perkotaan. Terutama untuk petani yang berada di pedesaan yang termarginalkan oleh keadaan geografis wilayah, terisolir dari perkembangan informasi teknologi pertanian. Dengan adanya upaya pemerintah pusat khususnya Departemen Pertanian dalam perekrutan Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) sebuah terobosan yang bisa mendongkrap tercapainya peningkatan produksi dan produktivitas pangan di indonesia.
Tugas pokok THL-TBPP adalah membantu Penyuluh Pertanian PNS sesuai dengan program penyuluhann kecamatan dan program penyuluhan desa, sehingga kebutuhan penyuluhan yang belum terjangkau oleh PPL PNS yang disebabkan kekuranagn personil sementara desa wilayah binaan lebih banyak bisa di bantu oleh THL. Tapi walaupun demikian masih banyak petugas baik THL maupun PPL PNS yang memegang lebih dari 1 Desa, artinya tenaga kerja masih kurang. Sementara tugas poko dan fungsi petugas lapangan sangatlah berat, sehingga target pencapaian kadang-kadang tidak sesuai dengan harapan.
Menjadi seorang petugas lapangan seperti THL-TBPP bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat sasaran yang di bina adalah petani yang homogen yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Banyak pertimbangan untuk memulai sehingga menguras pikiran dan tenaga untuk mempersiapkan dan memilih metode dan strategi pendekatan dalam melaksanakan pendampingan dalam penyampaian berbagai kajian ilmu dan teknologi yang akan disampaikan. Latar belakan yang berbeda baik dari segi pendidikan, budaya , adat istiadat bahkan umur petani yang kebanyakan sudah lanjtu usia menuntut seorang petugas untuk lebih jeli, cerdas dan kreatif dalam semua hal.
Kebanyakan petani yang berada di pedesaan khususnya sangat memegang erat budaya pertanian konvensional yang tidak mudah untuk di pengaruhi oleh budidaya modern yang lebih maju dalam hal penerapan teknologi, sehingga tidak jarang petugas lapangan yang kesulitan menyikapinya.
Peran aktif pemerintah pada saat ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian sudah mulai terlihat hasilnya, dimana banyak program yang di telurkan untuk membantu para petani dalam mengelola usaha taninya, diantaranya program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Cadangan Benih Nasional (CBN), Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan lain-lain. Tentunya program tersebut tidak akan berhasil tanpa ada dukungan dari berbagai pihak terutama adanya peran aktif dan kinerja yang berkesinambungan dari seluruh petugas lapang khususnya para THL-TBPP yang tersebar di berbagai daerah wilayah binaanya masing-masing.
Dengan adanya upaya tindakan intensifikasi dan ekstensifikasi diharapkan kesejahteraan petani akan berubah menjadi lebih meningkat. Petuggas lapang dalam hal ini para tenaga harian lepas mengemban tugas sebagai pasilitator pendampingan dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT ) yang dilahirkan dari P2BN sehingga para petani yang bergabung di kelompok tani bisa belajar banyak tentang pengelolaan tanaman terpadu.
SL-PTT padi sawah, jagung, kedelai maupun padi gogo memberi kesempatan kepada petani untuk menggali, memahami, mempelajari dan pada akhirnya menerapkan sesuai kemampuan dan keinginan petani itu sendiri yang didasarkan kepada kecocokan dengan lokasi setempat (spesifik lokasi). Diharapkan dari kegiatan tersebut petani dapat berubah prilakunya, sikapnya dan keterampilanya kearah yang lebih baik sehingga sedikit-demi sedikit bisa meninggalkan kebiasaan bertani konvensional.
Perubahan prilaki, sikap dan keterampilan petani tergantung kepada kinerja para pendampingnya dalam mengadopsikan komponen-komponen teknologi PTT. Perlu waktu dan pertemuan yang intenssif untuk merubah perilaku, sikap dan keterampilan petani, beberapa kendala diantaranya dalam hal penggunaan pupuk organik, sisitem tanam jajar legowo, dan penanganan benih. Salah satu contoh dalam hal pola tanam “sistem tanam jajar legowo” saja petugas harus menunggu beberapa musim tanam untuk mengarahkanya, bahkan tidak banyak petani yang awalnya memakai pola tanam jajar legowo, tahun berikutnya kembali ke pola tanam tabur bentang atau tanpa di caplak sama sekali. Satu komponen saja petugas lapang membutuhkan energi ekstra padahal masih banyak komponen yang lainya yang perlu juga diadopsikan, namun walaupun demikian petugas harus mengerti dan memahami latar belakang yang homogen tersebut sehingga walau perlu waktu tapi mereka minimal mau untuk mencoba.
Ada beberapa karakteristik petani pedesaan yang saya dapat simpulkan selama saya banyak berinteraksi dengan mereka diantaranya :
Karakteristik petani pedesaan
1. Memegang teguh budaya bertani turun temurun
2. Kurang respon terhadap teknologi maju/modern
3. Perlu waktu dalam memahami teknologi baru
4. Sulit untuk mencoba inopasi baru
5. Terkendala dengan sarana dan prasarana produksi
6. Latar belakang pendidikan rata-rata rendah
7. Permodalan lemah
8. Kondisi topografi berbukit dan berlereng
9. Pengairan irigasi setengah teknis sampai tadah hujan
10. Transportasi sulit mengingat akses jalan yang rusak dan terjal.
Namun sekecil apapun perubahan petani, adalah kontribusi besar untuk membantu peningkatan kesejahteraan petani khususnya dan kesejahteraan pangan nasional umumnya.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan anda berkomentar,,untuk membangun suasana kekeluargaan...